Mencoba itu memang sulit...
Setelah mendapatkan terbaik itulah yang akan membuatmu lega....
Seperti ini...
PictPictPict
About Me
- Nurul Qisthy
- Aku akan hadir setelah Hujan reda.... Karena aku adalah salah satu warna dari pelangi yang melengkung itu....
twit
Followers
Senin, 22 April 2013
Jumat, 12 April 2013
Pintaku
Ya Allah... Perasaan ini kian menjadi-jadi
Ketika rinduku dengan sosok yang engkau titipkan di rahimku sangat besar
Namun, waktu tak mengizinkan ragaku merealitakannya secara sempurna
Aku tahu besarnya janji untukku jika aku bersabar menanti pintaku yang tak kunjung habis kepadaMu
Ya Allah kuatku ada padaMu, Kebesaran hatiku ada padamu...
Jika tinta emas untukku tak berukir saat ini, izinkan tinta emas itu engkau letakkan di tempat yang lebih indah untukku..
Ya Allah... jika saat ini Engkau belum memberikan surat izin untukku memeluknya di dunia,
Izinkan aku memeluknya kekal di surga firdausMu...
Jika tangan kecilnya bukan untukku di dunia, Izinkan aku menggenggam tangan kecil sosok-sosok yang engkau ciptakan tanpa ada yang peduli..
Izinkan keinginan terbesarku menjadi nyata..
Keinginan yang sejak kecil aku impikan..
Bersama anak-anak yang tak dipedulikan...
Menggenggam tangan mereka dan bersama ke dalam SurgaMu...
Ya Allah, aku masih punya niat sebelum menutup mataku, dan menghadap kepadaMu...
Ya Allah... Bukakan jalan untukku merealitakan niatku...
Engkau sudah mengatur semuanya Ya Allah...
Jalanku... semua yang aku cita-citakan sejak dulu..
Dan semuanya seakan nyata...
Ya Allah...
Aku benar-benar merindukannya...
Jika rasa sakit ini, akan memudar ketika aku bertemu dengan wajah-wajah sendu yang butuh pertolonganku diantaranya, Tunjukkan jalan itu Ya Allah...
Aku ingin sekali memeluk mereka yang jauh lebih sakit..
Aku tak ada apa-apanya dibanding mereka yang alami
Ya Allah.. izinkan tanganku berjodoh dengan mereka sebelum semuanya berakhir...
Mungkin dengan memeluk mereka semua rindu ini, akan sedikit memudar...
Semua pilu ini akan sedikit terobati...
Ya Allah... kabulkan pintaku yang sangat besar ini...
Karena aku hanya merindukan SurgaMu...
Ketika rinduku dengan sosok yang engkau titipkan di rahimku sangat besar
Namun, waktu tak mengizinkan ragaku merealitakannya secara sempurna
Aku tahu besarnya janji untukku jika aku bersabar menanti pintaku yang tak kunjung habis kepadaMu
Ya Allah kuatku ada padaMu, Kebesaran hatiku ada padamu...
Jika tinta emas untukku tak berukir saat ini, izinkan tinta emas itu engkau letakkan di tempat yang lebih indah untukku..
Ya Allah... jika saat ini Engkau belum memberikan surat izin untukku memeluknya di dunia,
Izinkan aku memeluknya kekal di surga firdausMu...
Jika tangan kecilnya bukan untukku di dunia, Izinkan aku menggenggam tangan kecil sosok-sosok yang engkau ciptakan tanpa ada yang peduli..
Izinkan keinginan terbesarku menjadi nyata..
Keinginan yang sejak kecil aku impikan..
Bersama anak-anak yang tak dipedulikan...
Menggenggam tangan mereka dan bersama ke dalam SurgaMu...
Ya Allah, aku masih punya niat sebelum menutup mataku, dan menghadap kepadaMu...
Ya Allah... Bukakan jalan untukku merealitakan niatku...
Engkau sudah mengatur semuanya Ya Allah...
Jalanku... semua yang aku cita-citakan sejak dulu..
Dan semuanya seakan nyata...
Ya Allah...
Aku benar-benar merindukannya...
Jika rasa sakit ini, akan memudar ketika aku bertemu dengan wajah-wajah sendu yang butuh pertolonganku diantaranya, Tunjukkan jalan itu Ya Allah...
Aku ingin sekali memeluk mereka yang jauh lebih sakit..
Aku tak ada apa-apanya dibanding mereka yang alami
Ya Allah.. izinkan tanganku berjodoh dengan mereka sebelum semuanya berakhir...
Mungkin dengan memeluk mereka semua rindu ini, akan sedikit memudar...
Semua pilu ini akan sedikit terobati...
Ya Allah... kabulkan pintaku yang sangat besar ini...
Karena aku hanya merindukan SurgaMu...
Categories
Ini kataku..
Bareng Cha
Niatnya nikmatin senja di balik teratai yang bertebaran gak teratur di pinggiran danau. Malah mendung dan teratainya gak mekar indah.. --____--. Tapi itu gak bakalan ngurangin niat besar kita buat foto-foto, meskipun berdua saja.. Meski awalnya pake acara malu-malu jepret sana-sini....
Kelihatannya nyeremin sih tempatnya sama dengan muka saya saat pengen berlagak jadi model tapi malah nakutin orang *kikuk*. Yang penting niatnya #ehhh...
Nah ini dia foto terbaik kita berdua *katanya kita*. Meski senja kita gak kesampean, mendung-mendung malu-malu juga gak masalah.. Bakalan rindu Momen seperti ini dengan teman sebangku saya di SMA... ^_^
Categories
Ini tentang Kita (GX)...
Minggu, 07 April 2013
Kita Tak Jodoh
"Aku harap kita akan berjodoh" aku ingat doa itu. Aku sendiri yang mengucapkannya kepadamu ketika cerita cinta kita mengalir seperti air yang aku sendiri tak ingin air itu mencari hulunya untuk berdiam diri. Aku ingin cinta kita tanpa hulu. Mengalir hingga air tersebut pada akhirnya akan habis. Dan di saat itulah kita kembali dipertemukan dalam suatu dimensi yang lain-aku harap begitu. Kamu seperti tak menyetujui doa ku saat itu. Ada apa denganmu??? Hey, kita sudah jalan 8 bulan dan semuanya baik-baik saja. Tapi ada apa dengan doa itu?? apakah ada yang salah?? Pertanyaan yang tak pernah kamu jawab. Diammu membuatku tak ingin bercerita panjang lebar tentang hubungan kita nantinya. Padahal sebagai perempuan normal, aku ingin bermimpi tentang hubungan yang halal dan mimpi-mimpi indah lainnya bersama calon jodohku. Tapi, kamu menenggelamkan perahu mimpi aku untuk menjadi kita yang halal.
Semua mimpi itu berakhir ketika dia berani melepaskan tanganku dan pergi jauh dariku tanpa mengucapkan selamat tinggal untukku. Hanya mengucapkan selamat tinggal untukku, haruskah serumit itu?? Kenapa? Aku siapamu sebenarnya?? wanita persinggahanmu??atau apa?? semua pertanyaan itu, tak pernah kamu jawab. Sampai aku menanyakan kabarmu pun sepertinya menjadi neraka bagimu. Aku bodoh pernah mencintaimu. Aku bodoh pernah mengenalmu. Aku bodoh selalu berpura-pura melupakanmu tapi tak pernah berhasil. Kamu tahu, kita belum putus. Belum ada ucapan putus darimu untukku dan begitu pula diriku.
Dua tahun berlalu, tanpa kabar yang pasti darimu. Kamu selalu mengabaikan pesan singkat dan telepon dariku. Apa maumu sebenarnya? Aku hanya butuh kepastian, setidaknya kamu cerita ke aku ada apa sebenarnya. Ini tak adil untukku. Aku pacarmu, dan masih berstatus pacarmu sebelum kamu dan aku bilang kalau kita sudah pisah. Aku masih menunggu... Sekarang, aku sudah menyelesaikan sekolahku. Keterima masuk Universitas yang aku idamkan juga sudah tercapai. Sekarang yang ada dibenakku, mencarimu dan menanyakan ketidak adilan ini. Aku berusaha melupakan semuanya, tapi tak pernah berhasil. Aku sudah punya penggantimu saat itu, namun semua perasaan itu tak pernah bisa aku bohongi. Hatiku masih ada untukmu dan masih untukmu... Saat itu, aku berhasil menemuimu. Kita seakan tak saling mengenal. Aku benci dengan keadaan ini. Delapan bulan itu bukan waktu yang singkat, tapi kenapa kamu tak ingin mengenaliku. Apa yang salah dariku?? seruwet pertanyaan yang selalu timbul jika berbicara tentangmu. Tentangmu yang tak pernah bisa menjadi jawaban di setiap pertanyaan-pertanyaanku yang bodoh. Seperti ingin menghentikan langkah untukmu. Aku menyerah.....
"Hey apa kabarmu?"
"Aku baik-baik saja,kamu?"
"Baik juga. Siapa pacarmu sekarang?"
"Kamu gak perlu tahu, yang jelasnya saya sudah punya pacar"
Kamu seakan keberatan dengan statusku sekarang. Aku mengutip pernyataan terakhirmu kalau kamu mencintaiku, kamu tak ingin aku kenapa-kenapa. Hey, boy kemana saja?? Apa masih perlu kamu mengkhawatirkanku, sedangkan dulu aku mengemis cintamu kembali. Namun, aku tak menemukan respon yang jelas darimu. Aku terus-terus memaafkanmu karena cinta yang sepertinya sulit aku hilangkan. Meskipun saat itu, aku berstatus pacar orang. Aku hanya ingin membuatmu cemburu, membuatmu sakit seperti apa yang aku alami sekarang. Aku tak mencintai pacarku-aku mencintaimu.
Hari itu adalah pertemuan terakhir kita. Aku menjauh dari hidupmu yang sepertinya tak pernah mengizinkan aku masuk dalam hidupmu lagi. Sekarang aku punya hidup sendiri, cerita sendiri meski sulit melepaskan bayanganmu dari ingatanku. Ketika sesuatu terjadi dalam hidupku, saat itulah aku meyakinkan diriku, bahwa kita memang tak jodoh. Aku punya jodoh lain. Meski saat itu, hatiku masih ingin menumpang dengan bayanganmu. Aku jodoh pria itu dan tak mungkin aku menolak garis takdir ini. Dan kamu tak tahu semua cerita menyakitkan yang berawal darimu. Andai saja saat itu, kamu meyakinkan akan kembali dneganku, semua ini takkan terjadi. Pasti saat ini akulah pacarmu, atau bahkan menjadi istrimu. Kembali lagi, ini takdir kita yang tak sejodoh.
Sebelum pernikahanku, kita masih sempat mengobrol lewat dunia maya. Aku tak ingin mengatakan sepatah katapun tentang pernikahanku yang sudah menghitung hari lagi. Aku ingin bersamamu sebelum semuanya menjadi pahit. Aku melihat ada kerinduan di antara kita, meski aku selalu berusaha meredam perasaan itu. Kita masih saling merindukan, masih saling mencintai, namun garis takdir kita berbeda. Aku membiarkanmu membuatku tertawa, aku membiarkanmu melakukan segala hal untuk membuatmu bahagia, sebelum semuanya berakhir. Kita tak boleh bersama lagi. Kali ini, aku yang akan mengatakannya sendiri, sampai aku mengatakan berhenti, ini sudah cukup.
Waktunya tiba... Aku harus mengungkapkan kebenarannya, bahwa aku harus melenyapkan cerita indah kita. Kali ini aku yang akan melepaskannya, bukan kamu lagi. Aku sudah cukup menunggu cerita manis kita, meski ujung waktu tak merestuinya. "Aku akan menikah" Pernyataan yang seakan mengguncangmu. Sampai kamu memberi respon yang lucu di obrolan kita. "Aku tak bohong, aku serius" Kucoba meyakinkannya dengan seyakin-yakinnya. "Ada apa?Kenapa tiba-tiba begitu" Tanggapanmu seakan tak percaya dengan semua kejadian ini.Aku hanya menjawab "Dia jodohku". Kamu seperti ingin mencari tahu tentang pernikahanku. Kenapa baru peduli sekarang? Kemana ragamu di saat air mata dan rasa sakit itu ada karenamu? Kenapa tidak mencariku? menanyakan kabarku, apakah aku baik-baik saja setelah kamu meninggalkanku. Kamu tahu, aku sakit. Aku seperti lupa lagi bahwa cinta itu benar-benar dengan pria lain. Aku hanya mencoba meski semuanya menyakitkan. Kenapa disaat semuanya akan berakhir, kamu menampakkan dirimu?? berpura-pura menanyakan kabarku.. memberikan perhatian selayaknya, kamu ini pacarku. Aku hanya butuh jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku dulu. Mengapa kamu meninggalkanku? namun jawaban itu tak pernah ingin kamu jawab.Chat terakhir darimu "Aku ingin bertemu denganmu untuk terakhir kalinya". Semua terasa sakit. Saat itu, seperti ingin memelukmu, menampar wajahmu, memukulmu hingga aku puas dengan semua rasa sakit yang kamu titipkan.
Hingga saat kita bertemu, kamu masih menanyakan, Kenapa aku begitu cepat menikah sampai pada kenapa orang tuamu menerimanya?? Aku tak ingin memberikan jawaban yang tepat buatmu. Sama seperti kamu yang tak pernah memberikan jawaban tepat untukku dulu. Pertama kali kita bertemu kembali saat itu, aku seperti ingin memelukmu, namun itu tak mungkin, aku milik pria lain. Aku hanya diam seperti maumu. Inilah garis takdirku. Mencintaimu dulu yang tak pernah kamu pedulikan. Dan kini kamu berbalik mencintaiku, namun dalam kondisi yang sudah tak mungkin lagi aku menerimamu. Kita tak jodoh... Garis takdir berkata demikian. Menerimanya itulah yang wajib kita lakukan. Meski di antara kita masih ada cinta yang tersisa...
Semua mimpi itu berakhir ketika dia berani melepaskan tanganku dan pergi jauh dariku tanpa mengucapkan selamat tinggal untukku. Hanya mengucapkan selamat tinggal untukku, haruskah serumit itu?? Kenapa? Aku siapamu sebenarnya?? wanita persinggahanmu??atau apa?? semua pertanyaan itu, tak pernah kamu jawab. Sampai aku menanyakan kabarmu pun sepertinya menjadi neraka bagimu. Aku bodoh pernah mencintaimu. Aku bodoh pernah mengenalmu. Aku bodoh selalu berpura-pura melupakanmu tapi tak pernah berhasil. Kamu tahu, kita belum putus. Belum ada ucapan putus darimu untukku dan begitu pula diriku.
Dua tahun berlalu, tanpa kabar yang pasti darimu. Kamu selalu mengabaikan pesan singkat dan telepon dariku. Apa maumu sebenarnya? Aku hanya butuh kepastian, setidaknya kamu cerita ke aku ada apa sebenarnya. Ini tak adil untukku. Aku pacarmu, dan masih berstatus pacarmu sebelum kamu dan aku bilang kalau kita sudah pisah. Aku masih menunggu... Sekarang, aku sudah menyelesaikan sekolahku. Keterima masuk Universitas yang aku idamkan juga sudah tercapai. Sekarang yang ada dibenakku, mencarimu dan menanyakan ketidak adilan ini. Aku berusaha melupakan semuanya, tapi tak pernah berhasil. Aku sudah punya penggantimu saat itu, namun semua perasaan itu tak pernah bisa aku bohongi. Hatiku masih ada untukmu dan masih untukmu... Saat itu, aku berhasil menemuimu. Kita seakan tak saling mengenal. Aku benci dengan keadaan ini. Delapan bulan itu bukan waktu yang singkat, tapi kenapa kamu tak ingin mengenaliku. Apa yang salah dariku?? seruwet pertanyaan yang selalu timbul jika berbicara tentangmu. Tentangmu yang tak pernah bisa menjadi jawaban di setiap pertanyaan-pertanyaanku yang bodoh. Seperti ingin menghentikan langkah untukmu. Aku menyerah.....
"Hey apa kabarmu?"
"Aku baik-baik saja,kamu?"
"Baik juga. Siapa pacarmu sekarang?"
"Kamu gak perlu tahu, yang jelasnya saya sudah punya pacar"
Kamu seakan keberatan dengan statusku sekarang. Aku mengutip pernyataan terakhirmu kalau kamu mencintaiku, kamu tak ingin aku kenapa-kenapa. Hey, boy kemana saja?? Apa masih perlu kamu mengkhawatirkanku, sedangkan dulu aku mengemis cintamu kembali. Namun, aku tak menemukan respon yang jelas darimu. Aku terus-terus memaafkanmu karena cinta yang sepertinya sulit aku hilangkan. Meskipun saat itu, aku berstatus pacar orang. Aku hanya ingin membuatmu cemburu, membuatmu sakit seperti apa yang aku alami sekarang. Aku tak mencintai pacarku-aku mencintaimu.
Hari itu adalah pertemuan terakhir kita. Aku menjauh dari hidupmu yang sepertinya tak pernah mengizinkan aku masuk dalam hidupmu lagi. Sekarang aku punya hidup sendiri, cerita sendiri meski sulit melepaskan bayanganmu dari ingatanku. Ketika sesuatu terjadi dalam hidupku, saat itulah aku meyakinkan diriku, bahwa kita memang tak jodoh. Aku punya jodoh lain. Meski saat itu, hatiku masih ingin menumpang dengan bayanganmu. Aku jodoh pria itu dan tak mungkin aku menolak garis takdir ini. Dan kamu tak tahu semua cerita menyakitkan yang berawal darimu. Andai saja saat itu, kamu meyakinkan akan kembali dneganku, semua ini takkan terjadi. Pasti saat ini akulah pacarmu, atau bahkan menjadi istrimu. Kembali lagi, ini takdir kita yang tak sejodoh.
Sebelum pernikahanku, kita masih sempat mengobrol lewat dunia maya. Aku tak ingin mengatakan sepatah katapun tentang pernikahanku yang sudah menghitung hari lagi. Aku ingin bersamamu sebelum semuanya menjadi pahit. Aku melihat ada kerinduan di antara kita, meski aku selalu berusaha meredam perasaan itu. Kita masih saling merindukan, masih saling mencintai, namun garis takdir kita berbeda. Aku membiarkanmu membuatku tertawa, aku membiarkanmu melakukan segala hal untuk membuatmu bahagia, sebelum semuanya berakhir. Kita tak boleh bersama lagi. Kali ini, aku yang akan mengatakannya sendiri, sampai aku mengatakan berhenti, ini sudah cukup.
Waktunya tiba... Aku harus mengungkapkan kebenarannya, bahwa aku harus melenyapkan cerita indah kita. Kali ini aku yang akan melepaskannya, bukan kamu lagi. Aku sudah cukup menunggu cerita manis kita, meski ujung waktu tak merestuinya. "Aku akan menikah" Pernyataan yang seakan mengguncangmu. Sampai kamu memberi respon yang lucu di obrolan kita. "Aku tak bohong, aku serius" Kucoba meyakinkannya dengan seyakin-yakinnya. "Ada apa?Kenapa tiba-tiba begitu" Tanggapanmu seakan tak percaya dengan semua kejadian ini.Aku hanya menjawab "Dia jodohku". Kamu seperti ingin mencari tahu tentang pernikahanku. Kenapa baru peduli sekarang? Kemana ragamu di saat air mata dan rasa sakit itu ada karenamu? Kenapa tidak mencariku? menanyakan kabarku, apakah aku baik-baik saja setelah kamu meninggalkanku. Kamu tahu, aku sakit. Aku seperti lupa lagi bahwa cinta itu benar-benar dengan pria lain. Aku hanya mencoba meski semuanya menyakitkan. Kenapa disaat semuanya akan berakhir, kamu menampakkan dirimu?? berpura-pura menanyakan kabarku.. memberikan perhatian selayaknya, kamu ini pacarku. Aku hanya butuh jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku dulu. Mengapa kamu meninggalkanku? namun jawaban itu tak pernah ingin kamu jawab.Chat terakhir darimu "Aku ingin bertemu denganmu untuk terakhir kalinya". Semua terasa sakit. Saat itu, seperti ingin memelukmu, menampar wajahmu, memukulmu hingga aku puas dengan semua rasa sakit yang kamu titipkan.
Hingga saat kita bertemu, kamu masih menanyakan, Kenapa aku begitu cepat menikah sampai pada kenapa orang tuamu menerimanya?? Aku tak ingin memberikan jawaban yang tepat buatmu. Sama seperti kamu yang tak pernah memberikan jawaban tepat untukku dulu. Pertama kali kita bertemu kembali saat itu, aku seperti ingin memelukmu, namun itu tak mungkin, aku milik pria lain. Aku hanya diam seperti maumu. Inilah garis takdirku. Mencintaimu dulu yang tak pernah kamu pedulikan. Dan kini kamu berbalik mencintaiku, namun dalam kondisi yang sudah tak mungkin lagi aku menerimamu. Kita tak jodoh... Garis takdir berkata demikian. Menerimanya itulah yang wajib kita lakukan. Meski di antara kita masih ada cinta yang tersisa...
Categories
Ini Cerpenku...
Aku dikuatkan atau dijatuhkan??
Aku ingat pagi itu... Aku meneteskan air mata tanpa hentinya, karena aku merindukanmu. Dan datanglah dua sosok yang tentu saja aku tak merasa asing. Mereka ayah dan ibuku. Aku mengenalnya, namun tak sesekali aku ingin memandangnya dengan kelemahanku saat ini. Aku terus menyebut-nyebut nama yang raganya mereka sudah berikan kepada orang lain, tanpa harus memikirkan, apakah aku sakit ataukah baik-baik saja? Aku tak ingin memandang wajahnya yang bersikeras menyudutkanku dengan cara mereka yang sebenarnya tak ingin aku dengar saat itu. Padahal beberapa hari yang lalu, ibu seperti kasihan denganku dan ingin membuat kehidupanku baik. "Ibu menyayangimu, Ibu gak mau kamu sedih terus, jika dia-anakmu yang akan membuatmu bahagia, aku akan mengembalikannya, kalau kamu mau, kita berangkat sekarang dan mengambilnya". Aku sontak menjawab, "Jangan sekarang. aku ada ujian". Kata-kata ibuku yang seakan membuatku merasa, ternyata ibuku tak sekejam itu. Dan sekarang aku harus baik-baik saja.
Kedatangannya pagi itu, sontak membuatku kaget dan benar-benar tak mengerti semua tangisan kemarin itu. Apakah benar itu tangisan seorang ibu, ataukah hanya sebuah permainan saja untuk menenangkanku?. Aku juga tak mengerti. Aku ingat kata-kata memalukan ini, di saat aku butuh pelukan, aku butuh semangat di saat kelemahanku saat itu.
"Kamu itu anak bodoh. Kamu membuat semuanya berantakan. Kamu tak akan mendapatkan anakmu. Tidak akan....Kamu bisa pergi kesana memeluknya, menciumnya, kamu boleh tinggal disana, tapi, jangan pernah mengakuinya sebagai anakmu"
Kata-kata sekejam ini, haruskah bertutur di mulut suci seorang ibu yang aku banggakan. Secepat itukah ibu berubah pikiran?? baru beberapa hari ibu mengasihiku, kenapa sekarang berubah arah begitu??? ada apa?? sejumlah pertanyaan yang sekilas timbul dalam pikiranku.
Aku hanya ibu memelukku dan berkata "Sabar nak, Ibu akan mengusahakan mengembalikan kebahagiaanmu". Aku menunggu kalimat itu sampai akhir drama pertikaian ini, tapi, sayangnya, Ibu hanya bisa diam melihatku sesakit ini. Dari jarak semeter, ibu menumpahkan kata-kata yang tak pantas aku dengar saat itu, dan perlahan-lahan menjauh sampai aku tak melihat ada niat ibu memelukku. Yang ada, hanya semakin menjauh, ketika aku lemah dan tergeletak seakan hidupku cukup sampai disini saja.
Sebenarnya, kedatangan kalian saat itu, aku akan dikuatkan atau malah dijatuhkan??? aku tak bisa menjawab apa-apa karena semuanya hanya ada pada hati kalian-orang tuaku...
Kedatangannya pagi itu, sontak membuatku kaget dan benar-benar tak mengerti semua tangisan kemarin itu. Apakah benar itu tangisan seorang ibu, ataukah hanya sebuah permainan saja untuk menenangkanku?. Aku juga tak mengerti. Aku ingat kata-kata memalukan ini, di saat aku butuh pelukan, aku butuh semangat di saat kelemahanku saat itu.
"Kamu itu anak bodoh. Kamu membuat semuanya berantakan. Kamu tak akan mendapatkan anakmu. Tidak akan....Kamu bisa pergi kesana memeluknya, menciumnya, kamu boleh tinggal disana, tapi, jangan pernah mengakuinya sebagai anakmu"
Kata-kata sekejam ini, haruskah bertutur di mulut suci seorang ibu yang aku banggakan. Secepat itukah ibu berubah pikiran?? baru beberapa hari ibu mengasihiku, kenapa sekarang berubah arah begitu??? ada apa?? sejumlah pertanyaan yang sekilas timbul dalam pikiranku.
Aku hanya ibu memelukku dan berkata "Sabar nak, Ibu akan mengusahakan mengembalikan kebahagiaanmu". Aku menunggu kalimat itu sampai akhir drama pertikaian ini, tapi, sayangnya, Ibu hanya bisa diam melihatku sesakit ini. Dari jarak semeter, ibu menumpahkan kata-kata yang tak pantas aku dengar saat itu, dan perlahan-lahan menjauh sampai aku tak melihat ada niat ibu memelukku. Yang ada, hanya semakin menjauh, ketika aku lemah dan tergeletak seakan hidupku cukup sampai disini saja.
Sebenarnya, kedatangan kalian saat itu, aku akan dikuatkan atau malah dijatuhkan??? aku tak bisa menjawab apa-apa karena semuanya hanya ada pada hati kalian-orang tuaku...
Categories
Ini Cerpenku...
Sabtu, 06 April 2013
Berbagi 168 Jam
"Bunda pergi saja ya??"
"Jangan... Bunda di sini saja"
"Kenapa bunda gak boleh pergi?"
"Hmmm.... jangan saja"
Percakapan singkat kita setelah lelah bermain dengan waktu. Jawaban yang tak akan pernah aku tolak. Kita membagi waktu kebersamaan kita sampai kita sadar akan selalu ada rindu antara kita. Percakapan singkat kita, seakan membuat putaran waktu sedikit melambat. Aku hanya bertemu denganmu beberapa jam saja, sampai kamu menolak pertanyaan yang menyesakkan itu-pergi dari dekapan matamu. Ini jawaban Tuhan, dari setiap doa yang berbalut air mata setiap waktunya.
Seratus Enam Puluh Delapan jam batas waktu yang telah aku sepakati sebelum keberangkatanku untuk menemuimu. Pengharapan yang besar jika saja 168 jam itu maksimal. Tapi, aku sadar 168 jam itu akan terbagi bagaimanapun kondisinya. Bagaimanapun caraku untuk memandangnya lebih lama lagi. Karena aku masih punya hati yang tulus untuk membaginya. Meski tetap masih ada air mata yang akan tertoreh ketika kamu tak begitu mengenalku. Aku terima semua itu.
Pertama kali, aku dan kamu bertatap lama sekali. Ini sudah lama ada di benakku-sebelum keberangkatanku untuk menemuimu. Kamu tak mengenalku. Kamu tahu saat itu aku seperti apa?? SAKIT...
Salah tingkah yang kuhadirkan di depan kamu, hanya untuk menutupi rasa sakit yang sangat itu. Saat itu, apa yang ada di benakku??? Aku ingin berteriak di hadapan semua orang "Aku adalah ibu asli dari anak yang tak tahu apa-apa ini, haruskah sesakit ini hanya karena seorang ibu yang ingin anaknya mengakuinya bahwa aku adalah ibunya" Namun, aku tak berhak menyakiti perasaan mereka-orang tua angkat anakku. Aku memeluknya meski seringkali menolak pelukanku. "Aku ingin pergi dengan ibuku" hanya itu yang terucap ketika aku mendekatinya. "Aku Ibumu nak" Seperti ingin meyakinkannya dengan kata-kata itu, tapi tak akan mungkin untuk saat itu. Aku menahan air mata yang tak harus aku teteskan saat itu. Berusaha tegar caraku untuk tidak terlihat lemah di hadapannya.
Beberapa kali kita bertemu... Meski awalnya kita tak pernah tidur bersama dan akhirnya tidur bersama. Aku harus membagi 168 jam itu dengan Ibu angkatmu. Aku tak keberatan. Meski sering kali air mata dalam shalatku menetes begitu saja. Melihatmu bahagia dengan ibu angkatmu. Namun, Tuhan selalu menguatkanku sehingga aku tak boleh lemah meski kamu tak berpihak kepadaku.
Seratus Enam Puluh jam yang kuinginkan denganmu, seperti jauh dari kenyataannya. Hatiku sudah dipermainkan. Namun, saat itu aku tak ingin berbicara apapun. Kurang dari 168 jam mungkin sudah cukup untukku. Kita sudah saling berbagi cerita, tersenyum bersama, membuatkanmu makan, memandikanmu, bermain denganmu, menyanyikanmu "Nina Bobo", memelukmu, mungkin Tuhan berkata sudah cukup. Meski tak cukup buatku. Aku sadar. "Inikah rasanya menjadi seorang ibu?ternyata menyenangkan" Itulah yang kurasakan saat itu. Dan kelihatannya kamu juga senang dengan itu semua, meski harus menunggu beberapa jam dari 168 jam yang kutargetkan.
"Nak, main sama ibumu gih, dia baru saja datang"
"Tidak mau, aku mau sama bunda saja"
"gak boleh gitu sayang"
Tiba-tiba kamu memelukku erat sekali. Seakan kamu ingin bilang "Aku hanya ingin sama bunda saja, aku rindu sama bunda". Jika saja kamu sudah sebesar anak-anak yang sudah masuh Sekolah Dasar, mungkin kamu akan berkata demikin dalam kondisi saat ini. Kamu acap kali mengecupku tiba-tiba, dan mengajakku untuk bernyanyi. Kamu tahu saat itu perasaanku?? Aku bahagia dan merasa tidak enak-tidak enak dengan ibumu, yang melihat kedekatan kita. Pasti perasaannya sakit melihatmu lebih akrab denganmu. Selalu aku selipkan seruan "Kamu masuk saja", namun tanggapanmu sama sekali tak merespon seruanku. Aku memelukmu erat dan kamu membalasnya. Kita ternyata punya hati yang saling merindu, meski kita tak bisa mengungkapkannya kepada mereka yang tak pernah mengerti.
"Ayo pulang?"
"Aku tak mau pulang, Ibu pulang saja"
"Kenapa begitu? teman-temanmu sudah merindukanmu. Ayo pulang" Seruan Ibu angkat anakku yang tak henti-hentinya. Aku membantu membujuknya, dan kali ini aku berhasil. Dia seakan luluh hatinya ketika seruanku yang manis ke arahnya. Sepertinya, dia memang tak ingin meninggalkanku, dia selalu mencar-cari alasan untuk tidak pergi sampai ibunya sendiri tak bisa mengendalikannya. Namun, entah kenapa, aku merasa kasian dengan ibunya. Aku menggendong anakku dan memeluknya senyaman mungkin. "Kamu pulang ya sayang" Kamu sepertinya luluh lagi. Yang tadinya kamu ngambek, kenapa tiba-tiba kamu tak tenang. Semua orang yang melihatnya, seperti heran dengan sikap tenang anakku-yang sebenarnya sifatnya keras. Aku melambaikan tangan kearahnya, dan berharap besok dia akan kembali lagi bermain denganku. Namun, aku tak tahu alasan jelasnya, dan sampai sekarang aku tak mendapat jawaban yang tepat untuk meyakinkan tanda tanya itu. Kenapa 48 jam terakhir sebelum keberangkatanku pulang, dia tak membawa anakku lagi. Padahal di saat itulah aku ingin dia bersamaku. Aku sudah ikhlas membagi 168 jam waktu kebersamaan kami denganmu, namun, alasan untuk tidak mendekatkanku dengan dia apa? takut? Baiklah aku mengerti. Semoga anda mengerti bagaimana rasanya aku berbagi 168 jam ku dengannya...
"Jangan... Bunda di sini saja"
"Kenapa bunda gak boleh pergi?"
"Hmmm.... jangan saja"
Percakapan singkat kita setelah lelah bermain dengan waktu. Jawaban yang tak akan pernah aku tolak. Kita membagi waktu kebersamaan kita sampai kita sadar akan selalu ada rindu antara kita. Percakapan singkat kita, seakan membuat putaran waktu sedikit melambat. Aku hanya bertemu denganmu beberapa jam saja, sampai kamu menolak pertanyaan yang menyesakkan itu-pergi dari dekapan matamu. Ini jawaban Tuhan, dari setiap doa yang berbalut air mata setiap waktunya.
Seratus Enam Puluh Delapan jam batas waktu yang telah aku sepakati sebelum keberangkatanku untuk menemuimu. Pengharapan yang besar jika saja 168 jam itu maksimal. Tapi, aku sadar 168 jam itu akan terbagi bagaimanapun kondisinya. Bagaimanapun caraku untuk memandangnya lebih lama lagi. Karena aku masih punya hati yang tulus untuk membaginya. Meski tetap masih ada air mata yang akan tertoreh ketika kamu tak begitu mengenalku. Aku terima semua itu.
Pertama kali, aku dan kamu bertatap lama sekali. Ini sudah lama ada di benakku-sebelum keberangkatanku untuk menemuimu. Kamu tak mengenalku. Kamu tahu saat itu aku seperti apa?? SAKIT...
Salah tingkah yang kuhadirkan di depan kamu, hanya untuk menutupi rasa sakit yang sangat itu. Saat itu, apa yang ada di benakku??? Aku ingin berteriak di hadapan semua orang "Aku adalah ibu asli dari anak yang tak tahu apa-apa ini, haruskah sesakit ini hanya karena seorang ibu yang ingin anaknya mengakuinya bahwa aku adalah ibunya" Namun, aku tak berhak menyakiti perasaan mereka-orang tua angkat anakku. Aku memeluknya meski seringkali menolak pelukanku. "Aku ingin pergi dengan ibuku" hanya itu yang terucap ketika aku mendekatinya. "Aku Ibumu nak" Seperti ingin meyakinkannya dengan kata-kata itu, tapi tak akan mungkin untuk saat itu. Aku menahan air mata yang tak harus aku teteskan saat itu. Berusaha tegar caraku untuk tidak terlihat lemah di hadapannya.
Beberapa kali kita bertemu... Meski awalnya kita tak pernah tidur bersama dan akhirnya tidur bersama. Aku harus membagi 168 jam itu dengan Ibu angkatmu. Aku tak keberatan. Meski sering kali air mata dalam shalatku menetes begitu saja. Melihatmu bahagia dengan ibu angkatmu. Namun, Tuhan selalu menguatkanku sehingga aku tak boleh lemah meski kamu tak berpihak kepadaku.
Seratus Enam Puluh jam yang kuinginkan denganmu, seperti jauh dari kenyataannya. Hatiku sudah dipermainkan. Namun, saat itu aku tak ingin berbicara apapun. Kurang dari 168 jam mungkin sudah cukup untukku. Kita sudah saling berbagi cerita, tersenyum bersama, membuatkanmu makan, memandikanmu, bermain denganmu, menyanyikanmu "Nina Bobo", memelukmu, mungkin Tuhan berkata sudah cukup. Meski tak cukup buatku. Aku sadar. "Inikah rasanya menjadi seorang ibu?ternyata menyenangkan" Itulah yang kurasakan saat itu. Dan kelihatannya kamu juga senang dengan itu semua, meski harus menunggu beberapa jam dari 168 jam yang kutargetkan.
"Nak, main sama ibumu gih, dia baru saja datang"
"Tidak mau, aku mau sama bunda saja"
"gak boleh gitu sayang"
Tiba-tiba kamu memelukku erat sekali. Seakan kamu ingin bilang "Aku hanya ingin sama bunda saja, aku rindu sama bunda". Jika saja kamu sudah sebesar anak-anak yang sudah masuh Sekolah Dasar, mungkin kamu akan berkata demikin dalam kondisi saat ini. Kamu acap kali mengecupku tiba-tiba, dan mengajakku untuk bernyanyi. Kamu tahu saat itu perasaanku?? Aku bahagia dan merasa tidak enak-tidak enak dengan ibumu, yang melihat kedekatan kita. Pasti perasaannya sakit melihatmu lebih akrab denganmu. Selalu aku selipkan seruan "Kamu masuk saja", namun tanggapanmu sama sekali tak merespon seruanku. Aku memelukmu erat dan kamu membalasnya. Kita ternyata punya hati yang saling merindu, meski kita tak bisa mengungkapkannya kepada mereka yang tak pernah mengerti.
"Ayo pulang?"
"Aku tak mau pulang, Ibu pulang saja"
"Kenapa begitu? teman-temanmu sudah merindukanmu. Ayo pulang" Seruan Ibu angkat anakku yang tak henti-hentinya. Aku membantu membujuknya, dan kali ini aku berhasil. Dia seakan luluh hatinya ketika seruanku yang manis ke arahnya. Sepertinya, dia memang tak ingin meninggalkanku, dia selalu mencar-cari alasan untuk tidak pergi sampai ibunya sendiri tak bisa mengendalikannya. Namun, entah kenapa, aku merasa kasian dengan ibunya. Aku menggendong anakku dan memeluknya senyaman mungkin. "Kamu pulang ya sayang" Kamu sepertinya luluh lagi. Yang tadinya kamu ngambek, kenapa tiba-tiba kamu tak tenang. Semua orang yang melihatnya, seperti heran dengan sikap tenang anakku-yang sebenarnya sifatnya keras. Aku melambaikan tangan kearahnya, dan berharap besok dia akan kembali lagi bermain denganku. Namun, aku tak tahu alasan jelasnya, dan sampai sekarang aku tak mendapat jawaban yang tepat untuk meyakinkan tanda tanya itu. Kenapa 48 jam terakhir sebelum keberangkatanku pulang, dia tak membawa anakku lagi. Padahal di saat itulah aku ingin dia bersamaku. Aku sudah ikhlas membagi 168 jam waktu kebersamaan kami denganmu, namun, alasan untuk tidak mendekatkanku dengan dia apa? takut? Baiklah aku mengerti. Semoga anda mengerti bagaimana rasanya aku berbagi 168 jam ku dengannya...
Categories
Ini Cerpenku...
Kamis, 04 April 2013
Kamu dan Pelangi
Kamu dan pelangi...
Sesuatu yang Sama-sama aku rindukan
Pelangi hadir ketika hujan telah reda..
Seperti kamu yang hadir beriringan dengan warna sang pelangi...
Sungguh menyenangkan ketika kamu dan pelangi bisa sama-sama aku temui dalam waktu yang bersamaan
Akan lebih indah....
Karena kamu dan pelangi itu satu
Pelangi membuatku menunggu kapan akan turun hujan...
Seperti aku menuggu kamu yang memberikan warna dalam hidupku
Meski Hujan dan Pelangi tak jalan beriringan, mereka akan terpisah di persimpangan waktu,
Aku selalu yakin suatu saat nanti Akan ada hujan meski setetes yang di saksikan oleh lengkungan pelangi...
Seperti kita yang sulit bersatu namun aku yakin ada saat dimana kamu menemukanku dalam waktu yang panjang....
Kamu dan Pelangi....
Yang setiap waktu aku rindukan
Semua warna dalam pelangi ada pada kamu...
Itu mengapa aku selalu menyebut Kamu dan pelangi itu adalah satu...
Jika pelangi seindah ini, apa mungkin saya bisa melupakannya secepat aku melupakan materi kuliah??
Itu tidak akan pernah terjadi...
Karena jika aku melupakan pelangi yang hadir setelah hujan, itu sama artinya aku melupakanmu juga... Sementara, Aku masih ingin melihat warna pelangi dalam dirimu....
Aku masih menunggu saat dimana Kamu dan pelangi hadir secara bersamaan di hadapanku....
Aku akan tetap bertatapan dengan waktu, sampai waktu menyerah dan memalingkan wajahnya... Karena Aku hanya ingin melihat Kamu di antara pelangi setelah Hujan...............
Sesuatu yang Sama-sama aku rindukan
Pelangi hadir ketika hujan telah reda..
Seperti kamu yang hadir beriringan dengan warna sang pelangi...
Sungguh menyenangkan ketika kamu dan pelangi bisa sama-sama aku temui dalam waktu yang bersamaan
Akan lebih indah....
Karena kamu dan pelangi itu satu
Pelangi membuatku menunggu kapan akan turun hujan...
Seperti aku menuggu kamu yang memberikan warna dalam hidupku
Meski Hujan dan Pelangi tak jalan beriringan, mereka akan terpisah di persimpangan waktu,
Aku selalu yakin suatu saat nanti Akan ada hujan meski setetes yang di saksikan oleh lengkungan pelangi...
Seperti kita yang sulit bersatu namun aku yakin ada saat dimana kamu menemukanku dalam waktu yang panjang....
Kamu dan Pelangi....
Yang setiap waktu aku rindukan
Semua warna dalam pelangi ada pada kamu...
Itu mengapa aku selalu menyebut Kamu dan pelangi itu adalah satu...
Jika pelangi seindah ini, apa mungkin saya bisa melupakannya secepat aku melupakan materi kuliah??
Itu tidak akan pernah terjadi...
Karena jika aku melupakan pelangi yang hadir setelah hujan, itu sama artinya aku melupakanmu juga... Sementara, Aku masih ingin melihat warna pelangi dalam dirimu....
Aku masih menunggu saat dimana Kamu dan pelangi hadir secara bersamaan di hadapanku....
Aku akan tetap bertatapan dengan waktu, sampai waktu menyerah dan memalingkan wajahnya... Karena Aku hanya ingin melihat Kamu di antara pelangi setelah Hujan...............
"Rainbow is You... You stay at colours by rainbow"
Categories
Ini kataku..
Langganan:
Postingan (Atom)